Saturday, December 23, 2017

Candra Naya, Kisah Apa yang Engkau Pendam? #ExploreAlaIa

CandraNaya

Candra Naya  merupakan bangunan mungil yang terperangkap ditengah bangunan menjulang. Bangunan ini beralamat di Jl. Gajah Mada No 188, Jakarta Barat (Sebrang LTC Glodok).

Sehari sebelum ke Candra Naya, aku sempat browsing dulu tentang rute dan patokan apa yang harus aku perhatikan buat nemuin bangunan ini. Karena dari review yang pertama kali aku baca, kebanyakan orang kesulitan nemuin bangunan Candra Naya karena letaknya yang “tersembunyi”.

Dari hasil riset lewat google, kalau kesini naik transportasi umum. Stasiun terdekatnya itu Stasiun Juanda kemudian nyambung lagi dengan transjakarta ke halte terdekat Candra Naya yaitu halte Olimo atau halte Glodok. Candra Naya letaknya di tengah-tengah halte tersebut. Dari halte kalian bisa jalan kaki sekitar 300 meter. Hal paling mudah untuk di jadikan patokan agar kamu tidak tersesat adalah cari saja gedung Hotel Novotel di sekitaran jalan Gajah Mada. Jika sudah melihat gedung hotel Novotel, maka jangan ragu untuk masuk! Candra Naya ada di dalam gedung itu!

Sebenarnya mudah untuk menemukan bangunan ini, hanya saja banyak orang yang terkadang tak akan menyangka letak keberadaannya. Aku contohnya.. Awalnya aku juga gak nyangka kalau Candra Naya itu ada di dalam sana. Aku pikir Hotel Novotel hanya patokan sebelum aku harus berbelok ke sebuah jalan kecil. Bayangan yang terlintas dalam benakku ketika melihat gambar Candra Naya pertama kali di internet, aku  fikir tempat ini pasti harus melewati jalan kecil untuk menuju kesana. Tapi ternyata aku salah besar! Tidak ada jalan kecil disamping gedung hotel Novotel. Maps yang memanduku juga mengatakan kalau aku sudah sampai di tempat tujuan saat berdiri di mini halte depan hotel. TAPI DIMANA?! Yang ada didekat tempatku berdiri hanya gedung hotel Novotel bukan Candra Naya yang ada di bayanganku ataupun plang yang menunjukan jalan kesana.

Aku duduk sebentar di mini halte yang ada di depan hotel. Ada sebuah mobil keluar dari hotel dan ada seorang satpam yang sedang bertugas membantu mobil itu keluar. Setelah satpam itu selesai menunaikan tugasnya, aku tanya apa dia tau dimana Candra Naya. Satpam itu juga tidak tau dimana Candra Naya, ketika aku menyebutkan alamatnya, satpam itu justru mengarahkanku untuk pergi ke sebrang. Setengah berat hati dan dengan perasaan yang janggal aku duduk lagi di mini halte, aku yakin kalau ini sudah jalan yang benar, hanya saja aku butuh petunjuk dimana jalan masuk ke Candra Naya. Akhirnya aku mencari pencerahan lewat review blogger. Dan ada salah satu blogger yang menuliskan kalau candra naya ada di dalam hotel Novotel. Akupun memberanikan diri untuk masuk dan memasang muka tebal melewati satpam yang memberikanku petunjuk jalan yang salah (sebenernya sih sambil melirik sinis menghakimi, dalam hati "masa kerja disini tapi gak tau apa aja yang ada di dalem tempat kerjanya") . Dan ternyata benar, ternyata Candra Naya ada di dalam sana!!

Petama kali sampe di depan Candra Naya, aku sempat diam dulu sejenak memperhatikan sekeliling. Gak banyak pengunjung disana, gak ada petugas juga. Aku sedikit bingung apa untuk masuk kedalam itu harus membayar tiket masuk atau harus meminta izin terlebih dahulu. Karena gak ada orang yang bisa ditanya,  aku memberanikan diri untuk masuk. Disitu aku tau kalau tidak ada larangan apapun untuk masuk ke Candra Naya dan melihat-lihat sekeliling. Tapi tetap saja kita harus menjaga adab ketika sedang mengunjungi bangunan bersejarah. Dan jangan khawatir, FREE ENTERY kok, hehe.
Jadi ada apa aja sih di Candra Naya? 

Candra Naya itu bangunannya mirip sebuah rumah. Disamping kanan dan kiri bangunan utama Candra Naya ada cafe-cafe nih. Di sebelah kanan ada penjual dimsum, somay, minuman dan lain-lain. Kemudian di sebelah kiri ada cafe namanya Kopi Oey. Cafe ini bergaya klasik dengan menyediakan tempat indoor dan outdoor. Kalau dilihat dari promo yang terpajang di jendela-jendela dan papan di depan cafe tersebut menu yang ditawarkan beragam. Ada makanan berat berpaket seperti nasi + Ayam + sayur + minuman, dan kalau tidak salah lihat disana juga menjual alkohol tingkat rendah. Harganya makanannya cukup mahal untuk kalangan mahasiswa seperti aku. Mungkln karena cafe ini ada di dalam hotel jadi harganya pun juga tergolong tinggi. 

Kita mulai dari halaman depan bangunan utama ya..
Di halaman depan ini terdapat ornamen khas budaya tiongkok, seperti lampion,  petasan gantung dan ada dua buah figura yang menceritakan sejarah tentang bangunan ini. 

Didalam bangunan Candra Naya tidak ada pengunjung. Hanya ada aku dan seorang Office Girl yang sedang bersih-bersih disana. Tak ada penjaga. Dan tidak ada orang juga yang bisa aku tanyai untuk mengetahui kisah apa yang tersimpan dibalik bangunan mungil ini sebenarnya.

Dari membaca sejarah yang tertulis di halaman depan bangunan itu, aku jadi sedikit tau mengenai Candra Naya. Dalam tulisan itu mengatakan bahwa Candra Naya dulunya adalah Markas Asosiasi Xin Ming yang kegiatan utamanya adalah mengelola dan memimpin seluruh komunitas Tionghoa di Batavia. Sebelumnya, Candra Naya merupakan bekas rumah major Khow Kim An, pemimpin masyarakat Tionghoa di Jakarta pada masa kolonial Belanda pada 1910-1916.  Ia memiliki 14 orang istri dan 24 orang anak. 

Tidak ada yang tau persis kapan bangunan Candra Naya ini dibangun. Sebagian menyebutkan bangunan itu sudah dibangun oleh ayah Major Khow Kim An yakni Khow Teng Tjoan. Tapi ada juga yang menyebutkan kalau bangunan ini sudah didirikan sejak masa kakeknya yakni Khow Tian Sek. Dalam informasi yang aku baca, perkiraan dibangunnya Candra Naya itu pada tahun kelinci, hal ini karena dalam gedung terdapat lukisan dengan tulisan dalam bahasa Cina dengan karakter "Han" yang artinya "Pada musim gugur di tahun kelinci"

Masuk kedalam bangunannya, ruang pertama yang saya masuki hanya ruangan kosong. Ruangan ini seperti disimbolikan sebagai ruangan selamat datang atau kalau dalam struktur rumah ruangan ini bisa dibilang sebagai ruang tamu. Di tembok kanan dan kiri tergantung lukisan wajah Khow Kim An. Aku juga baru sadar ketika menengok kebelakang kalau ternyata di pintu masuknya terdapat tulisan aksara cina yang aku gak tau apa makna artinya. Hal yang pertama kali terlihat ketika masuk ke dalam ruangan ini adalah sekat besar untuk membagi ruangan ini dengan ruangan selanjutnya yang disebut sebagai main hall.


Di main hall sendiri hanya
ruangan kosong dengan beberapa pajangan dinding yg bertuliskan filosofi Tionghoa. Ruangan ini tampak sangat tenang dan paling banyak tersinari cahaya. Jelas saja karena atap dari ruangan utama ini dibuat setengah transparan dengan kaca. Diruangan ini kalian bisa mencium wangi-wangi semacam aroma terapi. Di pojok ruangan memang ada alat aroma terapi nya. Pertama sih aku juga agak parno gtu, kirain wangi ini berhubungan sama hal-hal mistis, kan serem, mana sendirian kan di ruangan itu. Untung sih nyadar kalo dipojok itu ada alat aroma terapi. Gak lucu banget klo tiba-tiba ngacir ketakutan. Oh ya, dipinggir sebelah kiri terdapat sebuh jendela yang menghadap langsung ke cafe kopi oey, bakal kedengeran sih orang-orang yang ada di luar..



Di main hall disana ada dua kamar, yang dulunya itu kamar sebelah kanan kamar utama sekaligus tempat kerja. Sedangkan kamar sebelah kiri itu dulunya kamar anak. Gak ada apa- apa didalemnya. gak ada furniture atau keterangan lainnya. Di dindingnya cuma ada pajangan yang entah aku harus nyebut nya aja.


Bagian menariknya di halaman belakang ada sebuah kolam emas berisikan ikan koi cantik dan kolam tsb jg dihiasi air mancur berbentuk katak dan kura-kura naga berwarna emas. Menurut interpretasi ku mungkin ini disebut sebagai kolam kemakmuran. Dalam etnis cina emas memiliki makna kemakmuran. 
Oh ya, di halaman belakang juga bisa menjadi akses masuk hotel. Di pojok halaman juga ada sebuah kelenteng, dan harap hati-hati utk tdk membuat keributan dan merusak persembahan disekitar halaman belakang untuk menghormati orang-orang yang sedang beribadah disana. Cukup banyak juga yang beribadah disana.




Aku sebenarnya bkn seorang penikmat sejarah yg menelusur kisah dlm sebuah bangunan, tp setidaknya aku tdk ingin berkunjung tanpa membawa pulang sebuah pengetahuan. Sampai saat ini Candra Naya di lestarikan oleh masyarakat Etnis Tionghoa Jakarta sebagai salah satu warisan budaya.